Dia adalah Musyrif
Bagi sebagian anak muda ketika lulus SMA merupakan masa dimana
mereka merasa bebas, masa dimana saatnya dia memilih antara kuliah, kerja, atau
dirumah saja. Namun tidak bagi kami sekelompok kecil pemuda yang belum lama
lulus SMA, kami memilih jalan untuk mendarmabaktikan diri sebagai pengurus
asrama yang biasa disebut musyrif. Tahapan kami memilih jalan menjadi musyrif
bukanlah sebuah keputusan yang gampang jelas ada pertimbangan berat untuk
memilih jalan ini karena kehidupan akan berubah setelah kami dihadapkan dengan
kenyataan.
Setelah kami sah menjadi musyrif, tugas pokok dan beban hidup jelas
akan bertambah karena kami harus mengawasi dan memberikan pelajaran hidup yang
berharga bagi siswa-siswa MTs dan MA. Kamilah yang berada digarda terdepan
untuk menyelamatkan generasi masa depan bangsa Indonesia. kami juga harus siap
untuk dibenci, dicaci, bahkan dimusuhi oleh sebagian anak-anak yang tidak suka dengan
tindakan kami menegakkan kedisiplinan. Itulah konsekuensi yang harus diterima
suka ataupun tidak suka kami harus menerimanya karena kami telah berjanji untuk
mendidik generasi bangsa yang jujur dan disiplin.
Uniknya dari sebuah pegabdian ini kami harus bisa menjadi bapak,
ibu, kakak, teman, dan penegak keadilan sekaligus. Kami harus bisa mengurusi
anak-anak yang jumlahnya minimal 20 hingga ada yang 45 anak, mereka memiliki
kepribadian, asal, watak, dan tingkah laku yang berbeda-beda sungguh tantangan
bagi kami untuk dapat mengatur dan mengarahkan mereka untuk menjadi baik.
Selain menangani anak-anak kami juga secara tidak langsung menangani orang
tuanya yang ingin mengetahui kabar anaknya dan perkembangan anaknya, jelas
setiap orang tuapun memiliki karakteristik yang berbeda-beda penaganannya dari
yang biasa hingga luar biasa. Hal lain yang menjadi keunikan yakni sebagian
besar dari kami adalah seorang mahasiswa tentunya sebagai mahasiswa kami pasti
memiliki tugas yang tidak mudah juga untuk diselesaikan. Maka menjadi momen
yang luar biasa bagi kami ketika tugas-tugas kuliah sudah menumpuk sedangkan
anak-anak butuh perhatian dan orang tuanya ingin menanyakan kabar anaknya pada
saat yang bersamaan sehingga olah hati
dan fikiran menjadi modal utama dalam menghadapi kenyataan ini.
Tetapi jangan salah, walaupun tugas kami banyak semua pekerjaan
dapat kami selesaikan bahkan tidak jarang dari kami yang mampu aktif
diorganisasi masyarakat maupun organisasi kampus bahkan menjadi ketua dalam
organisasi tersebut. Lalu apa yang kami siapkan untuk menjalani kehidupan
menjadi musyrif? Jelas kami menyiapkan stok kesabaran yang luas seluas samudra
karena kesabaran menjadi kunci utama mendapat ketenangan hidup menjadi seorang
musyrif dan seorang yang beriman. Tidak kalah penting bagi kami untuk menjadi
pribadi yang kreatif, inovatif, motivatif serta memiliki mental dan
karakteristik yang kuat sebagai manusia
agar kami dapat menjadi contoh yang baik (uswah khasanah) bagi anak-anak
kami.
Maka sebenarnya menjadi musyrif merupakan ladang amal terbesar kami
yang dapat kami lakukan dalam hidup ini karena banyak kebaikan yang kita
lakukan mulai dari membangunkan sholat pagi, membersihkan lingkungan tempat
kami tinggal, menggerakkan anak-anak untuk berangkat sekolah, mendampingi
sholat, memberikan pelajaran, mengontrol kehidupan mereka, bercengkrama dan
memberikan nasihat kebaikan untuk mereka, hingga membantu menyelesaikan masalah
hidup mereka. Kehidupan menjadi seorang musyrif jelas tidak mudah maka
kehidupan kami harus dijalankan dengan baik dan ikhlas karena tanpa keikhlasan
hidup menjadi seorang musyrif tidak akan berjalan dengan mulus dan hanya
menggerutu. Maka menjadi manusia yang berada digaris terdepan untuk
menyelamatkan anak-anak bangsa menjadi motivasi kami dalam menjalankan tugas
sebagai musyrif ini, tetap semangat dan jangan pernah menyerah semoga apa yang
telah kita lakukan menjadi keberkahan diri dan bekal hidup yang sangat berguna
nanti. Salam hangat untuk kawan-kawan dan anak-anakku. (Mufti Alhakiki)
Komentar
Posting Komentar